Luhut akui kondisi keuangan Whoosh 'busuk'. Mantan Menkeu Purbaya menolak APBN dipakai bayar utang kereta cepat.
JAKARTA – Ketegangan di lingkaran elite ekonomi nasional memanas hari ini, Senin (20/10/2025), setelah dua tokoh sentral menyuarakan pandangan yang saling bertolak belakang mengenai proyek strategis dan kebijakan fiskal. Fokus utama perdebatan adalah masa depan Kereta Cepat Whoosh dan wacana pendanaan proyek melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Perang kata-kata ini melibatkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang secara blak-blakan menyebut kondisi keuangan proyek kereta cepat Whoosh sudah “busuk”, dan Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang dengan keras menolak jika utang proyek tersebut harus dibebankan ke APBN. Konflik pandangan ini menciptakan trending topic tinggi, menarik perhatian publik yang khawatir terhadap beban utang negara.
1. Luhut: “Saya Terima Sudah Busuk Itu Barang”
Pernyataan yang memicu sorotan datang dari Menko Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam sebuah sesi dialog publik, Luhut, yang kini memegang kendali pengawasan proyek Whoosh, mengaku frustrasi dengan kondisi keuangan proyek tersebut.
“Soal keuangan proyek Kereta Cepat, saya harus jujur mengatakan bahwa saya terima sudah busuk itu barang,” ujar Luhut, merujuk pada defisit anggaran dan masalah pembiayaan yang membelit proyek yang merupakan bagian dari inisiatif Belt and Road Tiongkok ini.
Pernyataan ini seolah membenarkan kekhawatiran publik mengenai membengkaknya biaya proyek ( cost overrun) yang sejak awal memang diwarnai polemik. Luhut menekankan bahwa pemerintah saat ini sedang bekerja keras untuk merestrukturisasi utang dan mencari solusi pendanaan tanpa mengganggu stabilitas fiskal negara.
Namun, pengakuan Luhut ini justru memicu kritik balik dari para ekonom, yang mempertanyakan mengapa masalah “busuk” ini baru diungkapkan secara terbuka setelah proyek beroperasi dan utang sudah menumpuk.
Baca Juga : BLT Rp900 Ribu Cair Saat Demo 1 Tahun Pemerintahan
2. Penolakan Keras Purbaya: “Bangun Saja Sendiri!”
Di sisi lain, Mantan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikenal memiliki pandangan fiskal konservatif, langsung memberikan tanggapan yang sangat tegas. Purbaya menolak keras segala bentuk penggunaan dana APBN untuk menalangi utang proyek Whoosh.
“Menkeu (Purbaya) menolak keras utang Whoosh dibayar APBN. Ini alasan aslinya,” demikian bunyi kutipan pernyataan keras Purbaya. Ia berpendapat bahwa proyek bisnis harus bertanggung jawab atas risikonya sendiri dan tidak boleh mengandalkan uang rakyat (APBN) untuk menutup kerugian.
Purbaya juga sempat menyentil wacana lain yang diusulkan Luhut, yaitu pembentukan Family Office untuk mengelola kekayaan konglomerat di Indonesia. Purbaya menyarankan: “Purbaya Ogah Family Office Usulan Luhut Pakai APBN: Bangun Saja Sendiri!“
Pandangan Purbaya ini diamini oleh banyak pengamat pasar yang khawatir jika APBN digunakan untuk menanggung utang korporasi, hal itu akan mengancam kredibilitas fiskal Indonesia dan berpotensi menurunkan rating investasi.
3. Ancaman Fiskal dan Masa Depan Proyek Strategis
Kontroversi ini mencerminkan dilema besar dalam kebijakan infrastruktur Indonesia: bagaimana menyeimbangkan ambisi proyek strategis dengan prinsip kehati-hatian fiskal.
Dampak pada APBN: Jika pemerintah akhirnya terpaksa menggunakan APBN untuk membayar utang Whoosh, dana triliunan Rupiah yang seharusnya dialokasikan untuk sektor pendidikan, kesehatan, atau subsidi rakyat, akan terserap. Ini adalah kekhawatiran terbesar masyarakat.
Isu Family Office: Perdebatan mengenai Family Office juga menarik perhatian karena menyangkut regulasi kekayaan individu super kaya. Purbaya menolak keras jika ada insentif pajak atau fasilitas negara (yang didanai APBN) untuk memfasilitasi pengelolaan kekayaan swasta.
Hingga saat ini, polemik tersebut belum mencapai titik temu. Para investor dan pelaku pasar akan terus memantau perkembangan ini, karena keputusan akhir pemerintah akan menjadi indikator penting mengenai bagaimana Kabinet Merah Putih akan mengelola risiko utang dan mempertahankan disiplin fiskal di tahun-tahun mendatang.





