Dunia digital bergeser: Agentic AI yang otonom mulai ganti Generative AI. Di Hari Kelebihan Informasi
JAKARTA – Dunia digital di Indonesia pada hari Senin, 20 Oktober 2025, ditandai dengan dua gelombang besar yang saling bertabrakan: inovasi teknologi yang cepat dan krisis etika di ranah digital. Saat sektor finansial dan teknologi mulai bergeser dari model Generative AI ke Agentic AI, publik sekaligus diingatkan tentang bahaya paparan informasi melalui peringatan Hari Kelebihan Informasi (Information Overload Day).
Pergeseran ini menggarisbawahi tantangan ganda bagi Indonesia: bagaimana mengadopsi teknologi cutting-edge seperti AI Agent sambil tetap menjaga kesehatan mental dan etika digital masyarakat di tengah banjir informasi yang tiada henti dari platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram.
1. Pergeseran Tren AI: Dari Generatif ke Agentic
Komunitas teknologi dan finansial di Indonesia saat ini tengah fokus pada Agentic AI (AI Agent) sebagai evolusi terbaru dari Generative AI (seperti ChatGPT atau Gemini yang populer sebelumnya). Agentic AI bukan sekadar menghasilkan konten, melainkan mampu bertindak secara otonom atas nama pengguna, menyelesaikan tugas kompleks dari awal hingga akhir (misalnya, membuat coding, mengelola meeting, hingga melakukan transaksi finansial).
Pendorong Trafik: Isu ini menarik minat kalangan profesional, investor, dan Gen Z karena menjanjikan efisiensi kerja yang radikal.
- Implementasi Finansial: Konferensi dan diskusi hari ini menyoroti bagaimana AI Agent akan merevolusi FinTech dan sektor perbankan, memungkinkan personalisasi layanan pelanggan secara real-time dan otomatisasi investasi mikro.
- Ancaman Etika: Meskipun menjanjikan, para ahli juga memperingatkan bahwa AI Agent menimbulkan risiko besar terkait keamanan data pelanggan dan otonomi pengambilan keputusan yang mungkin dilakukan tanpa intervensi manusia, menuntut regulasi yang cepat dan ketat dari pemerintah.
Baca Juga : Gelombang Tsunami Kecerdasan Buatan: Dampak Revolusioner dan Strategi Antisipasi di Era AI
2. Peringatan Hari Kelebihan Informasi dan Kebijakan “Bijak Bermedia”
Bertepatan dengan Hari Statistik Sedunia dan peringatan lain, tanggal 20 Oktober juga diperingati sebagai Hari Kelebihan Informasi (Information Overload Day). Peringatan ini berfungsi sebagai alarm moral dan kesehatan mental di tengah masyarakat yang hidup dengan notifikasi 24 jam sehari.
Relevansi Sosial: Peringatan ini menjadi sangat relevan dengan dinamika media sosial Indonesia saat ini, yang ditandai oleh:
- Pola Viral-Based Policy: Kritikus mencatat bahwa penegakan hukum dan kebijakan publik (seperti kasus-kasus kontroversial di media sosial) seringkali mengandalkan viralitas sebelum ditindaklanjuti secara serius.
- Krisis Empati dan Kesehatan Mental: Kasus-kasus sensitif, seperti isu perundungan atau malapraktik (yang sering diungkap seleb TikTok), menunjukkan bahwa paparan informasi yang berlebihan (termasuk kabar palsu dan framing negatif) memicu krisis empati, terutama di kalangan generasi muda yang over-exposed terhadap konten digital.
Rektor-rektor universitas, seperti UINSI Samarinda, bahkan secara khusus menghimbau seluruh mahasiswa dan pegawainya untuk “Bijak Bermedia”, menanggapi framing negatif yang beredar luas di media sosial, menegaskan bahwa istirahat dari dunia digital adalah bagian penting dari menjaga fokus dan keseimbangan hidup.
Indonesia kini berada di persimpangan: menunggangi gelombang teknologi Agentic AI untuk kemajuan, atau terperosok dalam krisis etika dan kelelahan mental akibat information overload di ranah media sosial.





