Menkeu Purbaya ancam panggil Himbara jika dana Koperasi Desa (Kopdes) macet.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bereaksi keras menanggapi lambatnya akses pendanaan program vital Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) dari bank-bank milik negara atau yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Meskipun menegaskan bahwa penilaian kelayakan proyek adalah sepenuhnya ranah profesional bank, Purbaya melayangkan peringatan tegas: Jika dana Kopdes tidak cair dalam waktu dekat, ia tak segan memanggil jajaran direksi Himbara untuk dimintai pertanggungjawaban.
Ancaman intervensi langsung dari Menkeu ini mencuat setelah adanya keluhan dari berbagai pihak terkait kesulitan desa dalam mengakses skema pembiayaan yang sedianya diluncurkan untuk mendukung usaha ekonomi masyarakat di tingkat desa.
“Bukan dari saya kan, dari Himbara-nya. Saya enggak tahu seperti apa harusnya dia diskusi dengan Himbara-nya. Saya pikir itu kan pasti perbankan yang melihat dan menilai kan proyeknya profitable atau enggak karena mereka base-nya profesional, komersial, dan profesional,” kata Purbaya Yudhi Sadewa kepada awak media di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Meski demikian, Purbaya menunjukkan keprihatinan mendalam atas isu yang berpotensi menghambat program strategis pemerintah ini. Ia memberikan batas waktu yang singkat kepada Himbara untuk menyelesaikan masalah administrasi dan pencairan dana.
“Jadi saya enggak tahu seperti apa masalahnya, tapi nanti harusnya kalau seminggu enggak jalan saya ketemu mereka deh,” tegasnya, mengindikasikan bahwa batas waktu yang diberikan adalah sekitar satu minggu sejak pernyataan tersebut dibuat, demi memastikan dana Kopdes segera cair dan program pembangunan ekonomi desa tidak terhambat.
Dilema Penyaluran Dana Kopdes: Profesionalisme vs. Mandat Negara
Program Koperasi Desa Merah Putih merupakan inisiatif pemerintah untuk memperkuat pondasi ekonomi rakyat melalui penguatan lembaga koperasi di desa. Dalam skema yang dirancang, Himbara, yang meliputi bank-bank besar seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN, ditugaskan sebagai penyalur utama pembiayaan.
Peran Sentral Himbara dalam Program Strategis
Keterlibatan Himbara dalam program Kopdes didasarkan pada dua aspek utama:
- Jangkauan Luas: Himbara memiliki jaringan cabang dan unit layanan hingga ke pelosok desa, menjadikannya sarana paling efektif untuk menyalurkan dana.
- Kapasitas Finansial: Bank-bank BUMN ini memiliki kapasitas modal yang besar untuk mendukung pembiayaan usaha desa skala nasional.
Namun, di tengah mandat pembangunan ini, bank-bank Himbara juga beroperasi di bawah prinsip komersial dan profesional. Ini berarti setiap penyaluran kredit, termasuk untuk Kopdes, harus melalui proses due diligence dan analisis risiko yang ketat. Inilah yang menjadi titik gesekan: kepentingan komersial bank (menghindari kredit macet) berbenturan dengan kepentingan politik-ekonomi negara (mendorong penyaluran cepat).
Faktor Penghambat Pencairan Dana
Menurut informasi awal yang dikumpulkan, janji pencairan dana Kopdes seharusnya dimulai secara bertahap pada akhir Oktober 2025. Kegagalan memenuhi tenggat waktu ini diduga kuat disebabkan oleh beberapa faktor yang sedang ditinjau oleh pihak bank:
- Verifikasi Proyek: Proses verifikasi kelayakan usaha di tingkat desa yang membutuhkan waktu lama dan sumber daya yang besar.
- Aspek Administrasi: Belum rampungnya seluruh dokumen administrasi dan legalitas proyek oleh pihak Koperasi Desa.
- Kelayakan Finansial: Adanya keraguan pihak bank mengenai tingkat pengembalian modal (profitability) dari beberapa proposal usaha koperasi di desa.
Ancaman Purbaya menjadi penting karena mendesak Himbara untuk mencari keseimbangan antara kehati-hatian bank dan kecepatan realisasi program pembangunan.
Baca Juga : Ekonomi Bergairah! Menkeu Injeksi Rp200 T ke Himbara, Dorong Pasar dan Turunkan Bunga Kredit
Ancaman Panggilan Purbaya dan Implikasinya
Pernyataan Menkeu Purbaya bahwa ia akan memanggil Himbara jika “seminggu enggak jalan” merupakan sinyal kuat bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan turun tangan langsung untuk mengatasi hambatan birokrasi dan komersial yang terjadi di tingkat bank pelaksana.
Mengapa Intervensi Kemenkeu Penting?
Kemenkeu, yang merupakan pemegang saham utama mayoritas bank-bank Himbara (mewakili pemerintah), memiliki posisi tawar yang sangat tinggi. Panggilan oleh Menkeu dapat memiliki beberapa implikasi:
- Dampak Reputasi: Panggilan resmi ke publik bisa berdampak negatif pada reputasi Himbara sebagai bank BUMN yang gagal menjalankan mandat negara secara efisien.
- Penyesuaian Regulasi: Menkeu dapat berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bank terkait untuk mencari skema penjaminan risiko atau penyesuaian regulasi kredit agar proses penyaluran dana Kopdes menjadi lebih fleksibel tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian bank.
- Akselerasi Administrasi: Panggilan tersebut akan mendesak internal Himbara untuk memprioritaskan penyelesaian aspek administrasi dan verifikasi yang tertunda.
Purbaya tidak ingin program Kopdes yang telah disiapkan matang di tingkat kebijakan, terhambat hanya karena persoalan operasional di tingkat bank penyalur. Program ini vital untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi inklusif yang digariskan pemerintah.
Optimalisasi dan Kontribusi Koperasi Desa
Program Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar penyaluran uang, melainkan upaya strategis untuk menciptakan kemandirian ekonomi desa.
Potensi Ekonomi Koperasi di Tingkat Desa
Koperasi di desa memiliki potensi besar untuk menggerakkan roda perekonomian lokal, antara lain melalui:
- Pengadaan dan Pemasaran Hasil Tani: Koperasi dapat bertindak sebagai agregator hasil pertanian, memutus rantai pasok yang panjang, dan memberikan harga jual yang lebih adil bagi petani.
- Penguatan Usaha Mikro: Dana Kopdes dapat digunakan untuk membiayai usaha mikro dan kecil (UMK) yang dikelola warga desa, mulai dari kerajinan, kuliner, hingga pengembangan pariwisata lokal.
- Penciptaan Lapangan Kerja: Pembiayaan yang cair akan mendorong pendirian unit usaha baru, secara langsung mengurangi angka pengangguran di desa.
Kegagalan penyaluran dana dalam waktu yang dijanjikan tidak hanya merugikan Himbara dan pemerintah, tetapi yang paling terdampak adalah ribuan masyarakat desa yang telah mengajukan proposal dan menggantungkan harapan pada program ini. Oleh karena itu, ancaman Purbaya merupakan langkah yang tepat untuk memberikan pressure demi kelancaran program nasional.





