Gambar Illustrasi dengan AI
Ditulis oleh:Isfandiari MD, Catatan Nostalgia
BRIGEZ. Nama ini membangkitkan dua citra yang bertolak belakang. Di satu sisi, ia adalah merek kuat di kalangan bikers Jawa Barat, sebuah komunitas motor dengan loyalitas anggota yang tak diragukan. Di sisi lain, ia adalah momok jalanan, sebuah nama yang selalu dikaitkan dengan aktivitas kriminal, tawuran, dan citra “gengster” yang mengerikan.
Laporan ini hadir bukan untuk mengulang rumor atau berita-berita yang berkembang di media massa. Kami memilih untuk menempuh jalur yang lebih sulit: mendekati langsung sumbernya.
Inilah wajah BRIGEZ yang sesungguhnya, melalui pengakuan terbuka para pengurus intinya, dari asal-usul persaudaraan kuat hingga upaya keras mereka membersihkan citra di mata publik.
Citra Jalanan vs. Realitas Klub
Citra yang melekat pada Brigez memang buruk. Pemberitaan media selalu menyoroti insiden penggerebekan, keributan dengan korban jatuh, hingga narasi-narasi menyeramkan seperti temuan dokumen tentang perintah membunuh polisi atau ritual meminum darah anjing. Akibatnya, stempel negatif menjadi atribut mereka, bahkan memaksa sekolah-sekolah mengeluarkan murid yang terbukti menjadi anggotanya.
Namun, pengurus inti Brigez menolak keras label tersebut.
“Kami klub bukan geng…orang lain yang bilang kami geng! Terus kami juga penasaran..apa memang benar ada gengster di Indonesia?” tegas mereka.
Inilah inti dari perdebatan yang ingin diselesaikan oleh Brigez. Mereka menegaskan bahwa apa yang dilihat publik adalah cap negatif yang dilekatkan orang lain, bukan identitas sejati organisasi mereka. Untuk memutus siklus rumor dan cap negatif, tim dari RR (Gasride/Ridingread) menghubungi langsung para pengurus.
Dari Kumpulan Kecil SMA Menjadi Ribuan Motoris
Siapa sangka, cikal bakal Brigez berawal dari kumpulan kecil di SMA 7 Bandung pada tahun 1988-1987.
“Mulai menjadi klub motor di tahun 1990, dan bisa dibilang mulai dengan serius di tahun 1994 dan terus tumbuh secara alami,” buka Rahmat Hidayat alias Korea (Ketua Harian) dan Cecep Mustika (Ketua Bidang Kaderisasi).
Mereka diutus oleh Ketua Umum, Cecep ‘Cepot’ Hendra, untuk berbicara terbuka kepada publik, didampingi pengurus lainnya seperti Ivan ‘Udel’ Andika, Billy Budi Sentosa, Abram Manurung (Wakil Bendahara Pusat), dan Fernando (Ketua Kodya Bandung).
Kekuatan utama yang membuat kelompok ini bertahan dan membesar hingga ribuan anggota adalah satu hal: PERSAUDARAAN.
“Persaudaraan di antara kami memang sangat kuat,” kata mereka. “Loyalitas, kedekatan antaranggota memang menjadi salah satu kekuatan Brigez dan itulah yang membuat saya jatuh hati,” tambah Billy dan Ivan Udel, anggota muda klub.
Persaudaraan yang kuat inilah yang membuat anggota Brigez solid di kala susah dan senang. Kekuatan emosional ini diakui sangat besar, dan Korea menegaskan: “Anak-anak itu melakukan hal yang nggak bener aja berani apalagi melakukan hal yang baik.”
Menanggapi Doktrin “Sesat” 1999
Salah satu isu paling gelap yang pernah membayangi Brigez adalah dugaan adanya doktrin sesat di akhir tahun 90-an.
Kolonel Polisi Drs. H. Jusuf Mangga B., Kapolwiltabes Bandung saat itu (Tahun 1999), membenarkan adanya doktrin sesat tersebut berdasarkan pengakuan anggota geng yang tertangkap. Dokumen yang beredar saat itu bahkan menyebut delapan titik wilayah Brigez dan berisi informasi mengerikan seperti perintah membunuh polisi, melawan orang tua, dan memalak.
Namun, para pengurus saat ini membantah keras tuduhan tersebut.
“Tidak benar itu! Kami tahu betul kalau tahun segitu Brigez tidak tertata serapi sekarang. Dokumen yang ditemukan sangat tidak masuk akal,” jelas Korea dan Cecep.
Mereka berargumen, pada masa itu organisasi mereka belum memiliki pencatatan pergerakan, sehingga tidak mungkin ada dokumen setebal 20 halaman yang berisi instruksi terperinci.
Mengenai tuduhan “melawan orang tua,” mereka memberikan sanggahan yang menyentuh:
“Kami selalu bilang pada anggota, senakal-nakalnya kalian, jangan sampai mengusik orang tua yang membesarkan kita. Justru setelah mereka gabung di sini, mereka lebih patuh,” jelas mereka.
Eksistensi, Gagah-gagahan, dan Tamparan Kasih Sayang
Pengurus Brigez mengakui bahwa wajah mereka di mata publik memang buruk, tetapi menegaskan bahwa kenyataan tak sepenuhnya benar.
Mereka membedakan antara eksistensi dan kriminalitas:
- Perkelahian di jalan bagi mereka adalah bentuk eksistensi. Anggota yang ribut dan membela klub akan diapresiasi.
- Namun, jika tindakan itu sudah mengarah ke kriminal murni demi kepentingan pribadi, maka anggota tersebut akan langsung dikeluarkan.
SEKJEN BRIGEZ, SELI SULIDER alias BIMBIM, memberikan pandangan yang lebih terbuka mengenai kekerasan di jalanan:
| Pertanyaan (RR) | Jawaban (Bimbim, Sekjen Brigez) |
| Benarkah Brigez anarkis? | Saya akui ada beberapa OKNUM BRIGEZ yang bertindak anarkis, kadang memanfaatkan BRIGEZ untuk kepentingan pribadi, hal itulah yang membuat masyarakat beranggapan demikian jeleknya. |
| Faktor penyebab kekerasan? | Eksistensi, gagah-gagahan. Banyak dari kami masih anak SMP, SMA yang sedang mencari jati diri. Bisa juga faktor balas dendam, atau di bawah pengaruh minuman keras. |
Mengenai rekruitmen anggota baru yang dikabarkan keras, mereka mengakui adanya tamparan—tetapi menyebutnya “Tamparan kasih sayang!”
“Mereka memang harus tegar, tidak bermental lemah karena hidup memang keras!” jelas para pengurus. Tekanan ini disiapkan untuk mental baja di jalanan, karena banyak ‘musuh’ mengintai.
Baca Juga : MAC Banyumas Raya Resmi Pilih Pengurus Baru dalam MUSCAB 2025
Upaya Berat Memperbaiki Imej: Dari Gengster Menuju Organisasi Kepemudaan
Menjadi kambing hitam adalah santapan sehari-hari Brigez. Ivan Udel mengatakan, penangkapan kadang tidak harus beralasan, cukup karena seseorang adalah anggota Brigez.
Inilah pekerjaan besar yang sedang diusung para pengurus saat ini: memperbaiki imej dengan tindakan nyata.
Bimbim menegaskan bahwa tidak ada perintah “PERANG” dari pengurus pusat. Sebaliknya, mereka sangat sering menggaungkan “cooling down” ketika terjadi masalah.
Saat ini, Brigez sedang berjuang untuk menjadi organisasi yang sah dan positif:
- Mereka akan melakukan pembenahan dengan registrasi ulang dan memperjelas garis komando.
- Wilayah Brigez kini meluas, tidak hanya di 26 Kota dan Kabupaten di Jawa Barat, tetapi sudah sampai ke luar Jawa (seperti Bali) dan bahkan luar negeri.
- KTA (Kartu Tanda Anggota) akan dikeluarkan dari Pusat. “Apabila ada yang mengaku-ngaku BRIGEZ tetapi tidak punya KTA berarti itu oknum,” tegas Bimbim.
- Kabar Baik: BRIGEZ telah memiliki akte notaris dan sedang berjuang mendaftarkan diri ke Kesbang (Kesatuan Bangsa).
“Kita sangat tidak nyaman sekali [dicap jelek], karena saya yakin hanya sedikit dari kami yang berbuat hal-hal negatif. Masih banyak rekan-rekan yang pengin hidup damai dan berkelakuan baik,” ungkap Bimbim, optimistis BRIGEZ bisa launching menjadi organisasi kepemudaan yang diakui.
Selain itu, para senior juga turun tangan mengurus anggota muda yang dikeluarkan dari sekolah. Mereka mendatangi sekolah untuk meluruskan imej yang salah, menyadari bahwa anak-anak bermasalah terkadang lebih mendengarkan klub daripada orang tua.
Sebagai penutup, Bimbim yang sudah bergabung sejak 1994, merangkum inti dari loyalitas mereka:
“Saya merasa nyaman dengan BRIGEZ karena anak-anaknya tidak munafik, dan apa adanya. Persaudaraan BRIGEZ sangat kuat, jadi kami tidak hanya mengenal pribadi masing-masing tetapi juga saling mengenal keluarganya. Jadi kami ini merupakan keluarga besar.”
Tantangan bagi Brigez adalah membuktikan konsistensi antara klaim klub motor berloyalitas tinggi dengan program-program nyata di masyarakat, demi menghapus cap “gengster” yang terlanjur menancap kuat.





