Menteri Kebudayaan, Fadli Zon saat meresmikan Indonesia Folk Market (Pasar Rakyat Indonesia), Cape Town, Afrika Selatan, Sabtu (1/11/2025) (Foto: Dokumentasi/Kementerian Kebudayaan
Cape Town, Afrika Selatan, Sabtu (01/11/2025) – Jauh di ujung selatan Benua Afrika, di kota bersejarah Cape Town, sebuah peristiwa budaya monumental telah dilangsungkan. Menteri Kebudayaan (Menbud) Republik Indonesia, Fadli Zon, secara resmi meresmikan “Indonesian Folk Market” (Pasar Rakyat Indonesia) 2025. Acara ini, jauh melampaui sekadar pameran budaya, diungkapkan oleh Menbud sebagai simbol persahabatan lintas bangsa dan generasi yang erat antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Peresmian ini menandai babak baru dalam upaya memperkuat ikatan historis dan budaya yang telah terjalin lama, sekaligus menunjukkan peran aktif Indonesia dalam diplomasi kebudayaan di kancah internasional.
Akar Sejarah yang Mendalam: Dari Syekh Yusuf hingga Cape Malay
Dalam keterangan pers nya, Fadli Zon, politikus dari Partai Gerindra, menjelaskan bahwa fondasi hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan dibangun di atas akar sejarah yang panjang dan mendalam. Ikatan ini bermula dari kisah heroik salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Islam Nusantara, Syekh Yusuf Al-Makassari.
“Indonesia dan Afrika Selatan memiliki akar sejarah yang panjang dan mendalam, tokoh seperti Syekh Yusuf Al-Makassari. Yang diasingkan ke Cape Town pada tahun 1694, menjadi jembatan awal hubungan budaya antara kedua bangsa,” kata Menbud Fadli Zon.
Pengasingan Syekh Yusuf ke Cape Town pada akhir abad ke-17 tidak hanya menyisakan jejak spiritual yang kuat di kalangan komunitas Muslim setempat, tetapi juga menjadi titik tolak bagi pertukaran budaya yang tak terhindarkan. Keturunan Syekh Yusuf dan para pengikutnya yang turut diasingkan, bersama dengan para budak dari Nusantara yang dibawa ke Cape Town, membentuk sebuah komunitas unik yang kini dikenal luas sebagai Cape Malay.
Menbud Fadli Zon menjelaskan bahwa komunitas keturunan Indonesia di Cape Town ini memiliki jumlah yang sangat besar. Bahkan, Menteri Kebudayaan Afrika Selatan, Gayton McKenzie, dalam keterangannya, menyebutkan angka yang mencengangkan: 2,7 juta jiwa. Jumlah yang signifikan ini merupakan bukti nyata dari ikatan persaudaraan yang sangat kuat antara kedua negara, melampaui batas geografis dan waktu. Komunitas Cape Malay tidak hanya melestarikan bahasa, masakan, dan tradisi unik mereka yang berakar dari Indonesia, tetapi juga menjadi duta budaya yang hidup, menjembatani dua benua.
Semangat Bandung 1955 dan Solidaritas Global
Kedekatan antara Indonesia dan Afrika Selatan semakin diperkuat oleh semangat Konferensi Asia-Afrika (KAA) Bandung pada tahun 1955. Peristiwa bersejarah ini, yang diprakarsai oleh Indonesia, menjadi tonggak penting bagi solidaritas negara-negara berkembang dan non-blok dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Semangat persaudaraan dan perjuangan bersama untuk kemerdekaan serta keadilan global terus mengalir dalam urat nadi hubungan kedua negara.
“Kedekatan kedua negara ini tidak hanya menegaskan prinsip solidaritas, kesetaraan, dan perdamaian. Tapi berlanjut melalui kerja sama bidang kebudayaan dalam forum G20 dan BRICS,” ucap Menbud.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa hubungan bilateral tidak hanya stagnan pada sejarah, melainkan terus berkembang dan diperkuat melalui platform multilateral modern. Keterlibatan bersama dalam forum ekonomi global seperti G20 dan aliansi ekonomi negara-negara berkembang seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan) menggarisbawahi kemitraan strategis yang mendalam, di mana kebudayaan berperan sebagai perekat dan medium diplomasi.
Budaya sebagai ‘Soft Power’ dan Amanat Konstitusi
Menbud Fadli Zon juga menyoroti peran sentral kebudayaan dalam strategi diplomasi Indonesia. Melalui peran bersama, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) berkomitmen untuk memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Komitmen ini tidak hanya sebatas pameran, tetapi juga menjamin kebebasan masyarakat dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945 Pasal 32 ayat 1. Pasal ini menegaskan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia.”
“Budaya adalah kekuatan lunak (soft power) bangsa. Melalui dialog antarbudaya, kita membangun keharmonisan, kreativitas, dan inovasi yang berakar pada warisan budaya bangsa,” ujar Menbud.
Konsep ‘soft power’ menunjukkan bahwa pengaruh suatu negara tidak hanya diukur dari kekuatan militer atau ekonomi, melainkan juga dari daya tarik budaya, nilai-nilai, dan kebijakannya. Indonesian Folk Market di Cape Town adalah manifestasi nyata dari strategi ‘soft power’ ini, di mana pertukaran kuliner, seni pertunjukan, kerajinan tangan, dan cerita rakyat menjadi medium untuk membangun jembatan pemahaman dan apresiasi timbal balik. Hal ini menciptakan lingkaran positif di mana keharmonisan yang dibangun dari budaya dapat mendorong kerja sama di bidang-bidang lain.
Afrika Selatan Bertekad Perkuat Hubungan Strategis
Komitmen untuk memperkuat hubungan bilateral ini tidak hanya datang dari pihak Indonesia. Presiden Republik Afrika Selatan, Matamela Cyril Ramaphosa, juga bertekad untuk mempererat kemitraan strategis antara kedua negara, terutama dalam bidang perdagangan dan investasi.
Hal ini disampaikannya ketika jamuan santap malam kenegaraan yang diadakan untuk Presiden Ramaphosa pada Rabu (22/10/2025) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Pertemuan ini menunjukkan tingkat tinggi dari hubungan diplomatik yang ingin terus dipupuk.
“Terima kasih banyak atas batiknya, itu membuat saya terlihat sangat tampan dan terima kasih banyak. Kami benar-benar ingin berterima kasih karena telah memberikan undangan kepada kami dan kepada saya untuk berkunjung ke Indonesia,” ucap Presiden Ramaphosa.
Ucapan Presiden Ramaphosa, yang secara khusus menyinggung batik dan undangan kunjungan, menunjukkan adanya apresiasi yang tulus terhadap budaya Indonesia dan keinginan kuat untuk memperdalam kemitraan. Batik, sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang diakui UNESCO, menjadi simbol kehangatan dan rasa hormat yang diberikan Indonesia kepada para tamunya, sekaligus berfungsi sebagai alat diplomasi budaya yang efektif.
Kemitraan strategis dalam perdagangan dan investasi, seperti yang ditekankan oleh Presiden Ramaphosa, akan membuka peluang-peluang ekonomi baru bagi kedua negara. Ini bisa mencakup peningkatan ekspor-impor, investasi bersama di sektor-sektor kunci seperti pertambangan, energi, pertanian, atau pariwisata, yang pada gilirannya akan memberikan manfaat ekonomi bagi rakyat kedua bangsa.
Baca Juga : Festival Indonesia (FI) 2025 di Melbourne
Masa Depan Hubungan Indonesia-Afrika Selatan
Peresmian Indonesian Folk Market di Cape Town, yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan Indonesia, bukan sekadar acara semusim. Ini adalah bagian dari strategi jangka panjang untuk memposisikan kebudayaan sebagai pilar utama dalam hubungan luar negeri. Dengan potensi jutaan keturunan Indonesia di Afrika Selatan dan sejarah yang terukir sejak abad ke-17, hubungan ini memiliki fondasi yang kuat untuk terus tumbuh.
Dialog antarbudaya yang difasilitasi oleh acara semacam ini akan terus membangun keharmonisan, mendorong kreativitas, dan memicu inovasi yang berakar pada warisan budaya. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi generasi muda, baik di Indonesia maupun di Afrika Selatan, untuk memahami dan mengapresiasi ikatan sejarah dan budaya yang mereka miliki.
Di tengah dinamika geopolitik global, kemitraan strategis antara dua negara besar di Asia dan Afrika ini menjadi contoh bagaimana soft power budaya dapat melengkapi hard power ekonomi dan politik. Ini adalah bukti bahwa persahabatan sejati, yang berakar pada sejarah dan diperkuat oleh solidaritas, dapat menjadi landasan bagi kerja sama yang saling menguntungkan di berbagai bidang.
Indonesia, melalui Kementerian Kebudayaan, terus berkomitmen untuk tidak hanya melestarikan dan mengembangkan kebudayaannya di dalam negeri, tetapi juga mempromosikannya sebagai jembatan persahabatan dan pemahaman di panggung dunia. Indonesian Folk Market di Cape Town adalah salah satu bukti nyata dari komitmen tersebut.





