strategi digitalisasi total agar Gen Z cinta budaya.
Oleh: Bratasenaku, Budaya dan Gen Z, 3 November 2025
Generasi Zโmereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-anโadalah penduduk asli dunia digital. Mereka hidup dengan headset terpasang, mata terpaku pada scroll tanpa akhir, dan jari siap membuat konten. Bagi institusi budaya, Gen Z sering dianggap sebagai teka-teki: Bagaimana cara menarik perhatian generasi yang memiliki rentang perhatian pendek ini agar mau mencintai, apalagi melestarikan, budaya tradisional yang dianggap ‘kuno’ atau ‘berat’?
Jawabannya sederhana: Jangan suruh Gen Z datang ke budaya, tapi bawa budaya ke dunia Gen Z.
Artikel ini adalah panggilan koreksi bagi museum, dinas kebudayaan, dan komunitas adat. Ini adalah panduan tentang bagaimana mentransformasi warisan leluhur menjadi aset yang relatable, fun, dan shareable di era post-digital. Jika ingin budaya bertahan, kita harus berhenti menjadi penjaga yang kaku dan mulai menjadi produser konten yang cerdas.
1. Masalah Utama: Budaya Kita Terlalu “Elitis” dan “Serius”
Institusi budaya seringkali membuat dua kesalahan fatal dalam menghadapi Gen Z:
- Kesalahan 1: Budaya Disajikan sebagai Koleksi Kaca. Warisan disajikan kaku di balik kaca museum, tanpa konteks yang emosional. Gen Z tidak ingin hanya melihat kain batik yang mahal; mereka ingin tahu kisah di baliknya, filosofi yang bisa diaplikasikan dalam hidup mereka, atau cara pembuatannya di TikTok.
- Kesalahan 2: Komunikasi yang Top-Down. Institusi cenderung menguliahi Gen Z tentang pentingnya budaya. Gen Z menolak ceramah. Mereka merespons dialog, challenge, dan co-creation.
Koreksi: Ubah peran. Museum dan institusi harus menjadi kurator cerita, bukan hanya kurator benda. Budaya harus menjadi sumber daya untuk self-expression Gen Z, bukan sekadar tugas sejarah.
2. Kunci Pertama: Digitalisasi Total dan Interaksi 360 Derajat
Gen Z menghabiskan sebagian besar waktu mereka di dunia maya. Maka, budaya harus ada di sana, bukan sekadar diunggah, tetapi diintegrasikan secara total.
- Platform Spesifik: Lupakan hanya membuat website formal. Gunakan kekuatan platform visual dan pendek:
- TikTok dan Reels: Buat konten 7-15 detik tentang tarian (dengan beat yang up-to-date), outfit check pakaian adat, atau ASMR proses memahat/membuat kerajinan. Gunakan hashtag yang sedang tren.
- YouTube: Gunakan format yang disukai Gen Z: vlog kunjungan ke desa adat, dokumenter pendek yang disajikan dengan sinematografi film, atau tutorial alat musik tradisional (seperti suling atau sape) yang di-cover dengan lagu pop.
- Pengalaman Imersif (AR/VR): Ini adalah game changer. Sediakan filter Instagram/TikTok dengan topeng tradisional atau aksesoris adat. Buatlah tur virtual museum dalam format VR yang bisa dijelajahi dari rumah, atau bahkan game berbasis Augmented Reality di mana mereka harus memecahkan misteri sejarah di situs candi.
Intinya: Budaya harus searchable, shareable, dan scrollable.
3. Kunci Kedua: Partisipasi Aktif dan ‘Remix’ Budaya
Gen Z adalah generasi partisipatif. Mereka tidak mau pasif menerima, mereka ingin berkontribusi.
- Beri Izin untuk ‘Remix’: Daripada melarang, dukung Gen Z untuk memadukan budaya. Mereka bisa membuat remix lagu daerah dengan genre EDM atau K-Pop, atau membuat fashion line dari tenun tradisional dengan desain streetwear. Institusi harus mengadopsi mentalitas ‘Open Source’ terhadap budaya.
- Kompetisi & Challenge: Selenggarakan kompetisi digital dan fisik (misalnya, Lomba Desain Motif Batik Digital, Lomba Short Film Legenda Lokal, atau Dance Challenge Tari Tradisional) dengan hadiah yang relevan bagi mereka (gadget, beasiswa, atau exposure).
- Kemitraan dengan Kreator: Alih-alih hanya mengundang budayawan sepuh, ajak kreator content muda (Youtuber, Tiktoker) untuk membuat konten promosi budaya. Mereka yang paling tahu bahasa yang ‘nyambung’ dengan audiens mereka.
Baca Juga : Nyanyian Pilu di Halaman Kosong: Hilangnya Permainan Tradisional Indonesia
4. Kunci Ketiga: Koneksi Emosional dan Identitas Diri
Budaya harus menawarkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar estetika: ia harus menjawab pertanyaan “Siapa saya?”
- Budaya sebagai Identitas: Tunjukkan bagaimana warisan budaya adalah bagian unik dari identitas Indonesia di tengah homogenisasi global. Ini memberikan mereka rasa bangga yang mereka cari untuk ditampilkan di media sosial.
- Filosofi Sederhana: Alih-alih menjelaskan struktur kompleks tari, jelaskan filosofi intinya yang relevan. Contoh: Filosofi rhythm Gamelan mengajarkan tentang harmoni dan kesabaran, yang relevan untuk mengatasi stress atau anxiety Gen Z.
- Sesi Mentoring: Ajak seniman senior bukan untuk mengajar, tetapi untuk sharing dan mentoring (curhat session) tentang bagaimana mereka menjaga tradisi di tengah tantangan zaman. Ini menciptakan koneksi antar generasi yang otentik.
5. Koreksi Institusional: Pendidikan dan Regulasi
Institusi perlu mengoreksi struktur internal mereka:
- Edukasi Guru dan Tenaga Budaya: Para pengajar budaya dan staf museum harus dilatih untuk melek digital, menguasai social media marketing, dan mengerti bahasa visual Gen Z.
- Dana Inovasi: Alokasikan dana khusus untuk proyek-proyek budaya yang berisiko tinggi dan inovatif (misalnya, pengembangan game budaya atau studio podcast budaya).
- Kebijakan yang Mendukung Kreativitas: Revisi regulasi hak cipta dan pelestarian agar memberikan ruang bagi seniman muda untuk berkreasi dan memodifikasi warisan budaya tanpa takut melanggar aturan.
Penutup: Budaya Bukan Masa Lalu, Tapi Masa Depan
Gen Z tidak anti-budaya; mereka hanya anti-format yang kaku dan usang. Budaya kita kaya, luar biasa, dan penuh inspirasiโbahan baku terbaik untuk konten.
Jika institusi budaya berani keluar dari zona nyaman, merangkul teknologi, memberi ruang bagi remix kreatif, dan mengubah warisan menjadi aset digital yang relatable, maka warisan leluhur kita akan bertahan tidak hanya di museum, tetapi di hati dan timeline media sosial setiap anak muda. Budaya akan menjadi tren, dan Gen Z akan menjadi influencer terkuatnya.
Ini bukan tentang melupakan tradisi, tapi tentang menggunakan teknologi tercanggih untuk menceritakan kisah tertua di dunia.







