Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI
𝐒𝐮𝐚𝐫𝐚 𝐉𝐚𝐲𝐚𝐦𝐚𝐡𝐞, Jakarta — Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan secara terbuka harga asli berbagai komoditas energi yang selama ini disubsidi oleh negara. Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Purbaya menyampaikan bahwa harga keekonomian sejumlah bahan bakar dan energi rumah tangga jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang dibayar masyarakat.
Pengungkapan ini menjadi bagian dari evaluasi kebijakan subsidi energi dan nonenergi yang selama ini dijalankan pemerintah. Menurut Purbaya, subsidi diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat, namun perlu dikaji ulang agar lebih tepat sasaran dan tidak dinikmati secara berlebihan oleh kelompok masyarakat mampu.

Salah satu contoh yang disoroti adalah solar. Harga asli solar seharusnya mencapai Rp 11.950 per liter. Namun, dengan subsidi sebesar Rp 5.150 atau 43% dari harga keekonomian, masyarakat hanya membayar Rp 6.800 per liter. Sementara itu, Pertalite memiliki harga asli Rp 11.700 per liter, dan pemerintah menanggung Rp 1.700 (15%), sehingga harga jual ke masyarakat menjadi Rp 10.000 per liter.
Untuk minyak tanah, subsidi yang diberikan mencapai Rp 8.650 per liter, atau 78% dari harga asli Rp 11.150. Masyarakat cukup membayar Rp 2.500 per liter. Sedangkan LPG 3 kg, yang banyak digunakan oleh rumah tangga, memiliki harga keekonomian Rp 42.750 per tabung. Pemerintah menanggung Rp 30.000 atau sekitar 70%, sehingga masyarakat hanya membayar Rp 12.750 per tabung.
Baca Juga : Pentingnya Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP)
Subsidi juga berlaku untuk listrik rumah tangga 900 VA. Harga asli per kWh adalah Rp 1.800, namun masyarakat hanya membayar Rp 600 karena pemerintah menanggung Rp 1.200 atau 67%. Bahkan untuk pelanggan nonsubsidi, pemerintah tetap menanggung Rp 400/kWh (22%), sehingga tarif yang dibayar masyarakat adalah Rp 1.400/kWh.
Di sektor pertanian, pupuk urea memiliki harga asli Rp 5.558/kg. Pemerintah menanggung Rp 3.308/kg (59%), sehingga harga jual hanya Rp 2.250/kg. Untuk pupuk NPK, subsidi mencapai Rp 8.491/kg (78%) dari harga asli Rp 10.791, sehingga masyarakat hanya membayar Rp 2.300/kg.
Purbaya menegaskan bahwa subsidi ini merupakan bentuk keberpihakan fiskal yang terus dievaluasi. Berdasarkan data Susenas, kelompok masyarakat mampu (desil 8–10) masih menikmati porsi signifikan dari subsidi energi. Pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki skema agar subsidi lebih adil dan benar-benar dinikmati oleh mereka yang membutuhkan.





